Koman: Dengan Gambus Dapat Melestarikan Budaya Dan Bahasa (Koda Kirin’)
Koman: Dengan Gambus Dapat Melestarikan Budaya Dan Bahasa (Koda Kirin’)

REINHA.com – Stefanus Sepa Ko’oro (33) atau yang biasa dipanggil Koman, pemuda asal Kolimasang, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur mengatakan bahwa dengan gambus dirinya bisa melestarikan budaya dan koda kirin’ (bahasa) Lamahot, Bahasa Ibu dari kabupaten Flores Timur.
Saat ditemui REINHA.com di kediamannya, Koman mengatakan bahwa jenis musik yang sedang dirinya pelajari saat ini (musik gambus) pada umumnya hanya dimainkan oleh orang tua, dimana petikan alat musik gambus tersebut diringi dengan nyanyian lagu atau syair dalam bahasa sastra Lamaholot.
(Video: Dengan Gambus Koman Ingin Melestarikan Budaya Dan Bahasa (Koda Kirin’))
Menurut Koman, setiap alunan musik khususnya alat musik tradional merupakan ungkapan jiwa alam semesta atau suara alam semesta (Sounds of Nature) baik itu berupa seruan, arahan kebaikan, ungkapan kebahagiaan, kesedihan atau biasa disebut ratapan alam.
Koman mengatakan memainkan musik tradisional gambus membutuhkan penyatuan baik nada maupun suasana hati atau situasi, hal inilah yang membuat musik gambus sedikit berbeda dengan alat musik lain.
Awal mula Koman Menyukai Musik Gambus
Koman menceritakan bahwa keinginan besar dirinya untuk mempelajari alat musik tradional gambus ini tumbuh sejak dia masih kecil, dimana ayah Koman, Viktor Lédén Olun (Almarhum) sering memainkan gambus tersebut ketika dirinya hendak tidur.
Setelah Sekian lama berada di Ende untuk menuntut ilmu ke jenjang SMA/SMK Negeri 2 Ende yaitu dari Tahun 2005 Hingga 2008 dan melanjutkan pendidikan ke Universitas Flores sejak Tahun 2008 sampai selesai Kuliah dan bekerja di Ende sampai 2019, Koman jarang pulang ke kampung halamannya, sehingga waktu dan kesempatan untuk bertandang di rumah Keluarga dan orang-orang tua untuk bercerita atau untuk berbagi pengalaman dalam bermain musik, ataupun bersastra (Lamaholot) sangat jarang.
“Ketika saya masih di Ende, saya melihat dan mendengarkan sesama saudara di sana ada yang bermain gambus seperti Haji Mat (Penyanyi Asal Ende) yang sering memainkan Alat musik gambus sambil bernyanyi. Di saat itu, saya berpikir kembali tentang keinginan saya untuk mempelajari alat musik ini. Ketika sang ayah meninggal dunia pada tanggal 06 Mei 2019, saya masih di Tanah Ende ketika itu. Saat mendengar bahwa ayah sudah pergi meninggalkan kami untuk selamanya maka saya pun bergegas untuk pulang Ke “Tanah Tadon Adonara, Tanah Naran Nuha Nébon” yaitu di “Lewo Koli Paron Bunga-Tanah Bunga Bali Baran” Lewo Tanah Kolimasang.” Tutur Koman.
Mimpi Menyadarkan Koman Akan Keinginannya Untuk Bermain Suling Dan Gambus
Setelah sampai di kampung halamannya, keinginan Koman untuk memainkan alat musik gambus masih tersimpan namun belum ada kesempatan untuk memperlajarinya.
“Ketika suatu malam, saya masih ingat pada waktu itu Hari Jumat, 25 September 2020 (Malam Sabtu) saya bermimpi berjalan dengan 3 orang pemuda (Kembar) di Gunung Ile Boleng. Mereka bersenjatakan Parang, Tombak (Bambu Runcing) yang dalam bahasa Lamaholot pering “Keka” dan busur serta anak panah. Ketiga Kembar ini berpakaian suku Indian, berparaspun suku Indian.
Salah satu diantara mereka memegang suling. Suling itu ditiup dari ujung bambu (Mirip Seruking Bali). Bahan suling itu mengkilat seperti besi stainless. Suling itu tidak memiliki titik nada (Lubang jari). Ketika seruling itu ditiup oleh salah satu lelaki kembar itu, suaranya kedengarannya melengking jauh mengelilingi alam semesta.” tutur Koman.
Berawal dari mimpi tersebut, Koman pun mulai mempelajari alat musik gambus. Koman kemudian membuat alat musik gambusnya sendiri.
Sampai saat ini Koman menyadari masih banyak hal yang harus dirinya pelajari.
# Koman: Dengan Gambus Dapat Melestarikan Budaya Dan Bahasa (Koda Kirin’)