Debat Capres, Fadli Zon: Banyak Data Dan Argumentasi Ngawur Dilontarkan Jokowi
Debat Capres, Fadli Zon: Banyak Data Dan Argumentasi Ngawur Dilontarkan Jokowi
REINHA.com – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, sekaligus menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengomentari debat kedua Pilpres 2019, dimana dalam debat kedua tersebut, kedua Capres, Joko Widodo dan Prabowo Subianto, bertemu secara lansung.
Fadli menilai didebat kedua tersebut, Joko Widodo, Petahana sekaligus Capres nomor urut dua, mulai memamerkan hasil kerjanya selama ini. Namun sayangnya dari banyak data yang disampaikan, menurut Fadli Zon bermasalah karena tidak sesuai dengan fakta dan kenyataanya.
(Baca juga: Fahira Idris: Sebaiknya Jokowi Klarifikasi Soal Penyampaian Data Yang Tidak Akurat Dalam Debat)
Berikut komentar dari Fadli Zon yang dikutip REINHA.com dari akun Twitter miliknya.
Debat Kedua Calon Presiden, 17 Februari 2019, menyisakan sejumlah persoalan khususnya akurasi data. Sebagai petahana, Jokowi saya lihat mulai menggunakan debat kedua untuk memamerkan hasil kerjanya selama ini. Ini bentuk kemajuan dibanding debat pertama.
Ada banyak data disampaikannya. Sayangnya, sebagian besar data tersebut ternyata bermasalah, bahkan ngawur, karena tak sesuai dengan fakta dan kenyataan.
Misalnya saja soal klaim konflik agraria. Selama empat tahun pemerintahan sekarang, justru mencatat jumlah konflik agraria melonjak drastis, bahkan jauh lebih tinggi dari konflik agraria yang terjadi selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden SBY.
Merujuk data yang dihimpun KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), sepanjang sepuluh tahun kekuasaan SBY jumlah konflik agraria tercatat “hanya” 1.391 kasus di seluruh wilayah Indonesia.
Sementara, selama empat tahun pemerintahan Jokowi, telah terjadi sedikitnya 1.769 konflik agraria. Pembangunan infrastruktur menempati urutan ketiga penyebab konflik agraria, sesudah sektor perkebunan dan pertambangan.
Jadi, ngibul saja kalau diklaim tak ada konflik agraria dalam 4,5 tahun terakhir. Begitu juga dengan klaim kebakaran hutan yang tak ada lagi.
Saya membaca, bahkan pada saat debat masih berlangsung, Greenpeace Indonesia telah memberikan bantahan bahwa pernyataan itu bohong belaka.
Dan kenyataannya memang demikian. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri yang merilis data bahwa luas lahan kebakaran hutan dalam tiga tahun terakhir secara berturut-turut adalah 14.604,84 hektare (2016), 12.127,49 hektare (2017), dan 4.666.38 hektare (2018).
Jadi, kementerian yang dipimpinnya sendiri menyebut kebakaran hutan masih terus terjadi. Pertanyaannya kemudian, lalu siapa yang telah mensuplai data bodong kepada Jokowi dalam debat kemarin?
Bagian paling menggelikan adalah ketika Jokowi menyebut impor jagung kita tinggal 180 ribu ton. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor jagung sepanjang tahun 2018 mencapai 737.228 ton dengan nilai US$150,54 juta.
Menurut saya, penggunaan data-data bodong dan ngawur semacam itu sangat berbahaya. Bagaimana bisa Pemerintah merumuskan kebijakan publik yang benar, jika rujukan data saja salah dan bermasalah?
Namun, tak ada yang lebih berbahaya ketimbang pernyataan serampangan mengenai rehabilitasi lahan tambang. Dalam segmen pmbahasan isu lingkungan, Jokowi menyatakan kalau lubang bekas tambang bisa dimanfaatkan untuk kolam ikan atau lokasi pariwisata. Itu adalah pernyataan menyesatkan.
Lubang bekas tambang sudah jelas mengandung banyak polutan dan mineral berbahaya.
Penelitian Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) dan Waterkeeper Alliance misalnya, yang dilakukan di Samarinda, Kutai Kertanegara, Kutai Timur, dari 17 sampel air di kolam bekas tambang yang diteliti, sebanyak 15 sampel terbukti mengandung logam berat, seperti alumunium, besi, dan mangan.
Tiga unsur tadi juga ditemukan di saluran irigasi yang mengalirkan air dari kolam tersebut. Artinya, kontaminasi logam beratnya bukan hanya terlokalisir di bekas area tambang, namun juga menyebar ke mana-mana. Apalagi pada musim hujan seperti sekarang ini.
Jadi, pemanfaatan lubang bekas tambang untuk sektor lain bukanlah solusi. Gagasan ngawur semacam itu seharusnya tak pernah dilontarkan oleh seorang pejabat publik. Kengawuran tidak boleh disebarluaskan.
Di mana-mana di seluruh dunia, lahan bekas tambang seharusnya direhabilitasi. Ada aturannya. Dan kita memiliki semua aturan itu. Butuh waktu lama agar lokasi-lokasi itu bisa dimanfaatkan kembali.
(Baca juga: Soal Debat Pilpres, Fahri Hamzah Ajak Budiman Bikin Gerakan Mengembalikan HGU)
Yang mengejutkan, hampir semua media ‘mainstream’ sejak usai debat juga telah menurunkan berita yang membantah data-data itu. Ini bentuk kemajuan. Tak sepantasnya memang orang menggunakan data ngawur di forum terhormat semacam debat, apalagi yang dilakukan dengan penuh percaya diri.
Prabowo berhasil menyampaikan sebuah pesan penting mengena, bahwa seharusnya yang dibangun oleh Pemerintah adalah iInfrastruktur untuk rakyat”, atau “ekonomi untuk rakyat”, dan bukannya “rakyat untuk infrastruktur” atau “rakyat untuk ekonomi”.
Pesan itu tegas dan sederhana, mewakili bagaimana visi dan misi pasangan Prabowo-Sandi.
Menghadapi Jokowi yang sejak awal menjajakan data, Pak Prabowo memilih untuk menawarkan perspektif, sudut pandang, strategi menangani masalah.
Misal, soal kebijakan penangkapan ikan, Prabowo menyatakan agar regulasi Pemerintah seharusnya tidak merugikan nelayan tradisional. Jangan sampai nelayan tradisional kita diregulasi seolah-olah mereka adalah korporasi serakah. Aturan semacam itu jelas salah alamat.
Hukum atau regulasi mestinya tajam dan ketat kepada yang besar-besar, bukannya rigid kepada rakyat kecil yang sekadar melaut untuk mencari makan.
Supaya debat yang akan datang lebih berbobot dan natural, saya mengusulkan agar tak ada lagi pertanyaan dari panelis. Biarkan saja para kandidat saling jual-beli gagasan secara bebas seperti segmen terakhir debat kemarin.
Itu akan membuat acara debat jadi lebih hangat. Dan publik pastinya sangat menanti-nantikan hal semacam itu.
Bagaimanapun, mereka pasti ingin mengetahui kemampuan calon pemimpinnya secara terbuka. Jangan lagi asal tampil cantik, namun ternyata mengumbar data bodong dan argumen ngawur.
# Debat Capres, Fadli Zon: Banyak Data Dan Argumentasi Ngawur Dilontarkan Jokowi