PARIWISATA

Museum China Town Bandung, Mengungkap Sejarah Etnis Tionghoa Di Indonesia

Museum Chinatown Bandung, Mengungkap Sejarah Etnis Tionghoa Di Indonesia

REINHA.com – Setelah diresmikan oleh Walikota Bandung, Ridwan Kamil, pada 20 Agustus 2017, China Town Bandung mulai ramai dikunjungi wisatawan di akhir pekan maupun di hari-hari libur nasional. Di China Town ini tidak hanya terdapat beragam penjual makanan dan toko souvenir, sebuah mini museum yang menarik juga ada di sini.

Mini Museum China Town terletak di dekat pintu masuk China Town. Di dalam ruangan museum ini terdapat banyak ragam perabotan dan peralatan rumah tangga khas cina tempo dulu. (LIhat Video Disini)

Tak hanya itu, di museum ini ada bagian sisi dinding yang menceritakan sejarah kedatangan etnis Tionghoa ke Indonesia, hingga membangun pemukiman Tionghoa (pecinan) di sejumlah daerah, salah satunya di beberapa wilayah di Bandung.

Etnis Tionghoa pertama kali datang ke Indonesia melalui ekspedisi Laksamana Haji Muhammad Cheng Hoo (1405-1433). Ketika itu, Cheng Hoo berkeliling dunia untuk membuka jalur perdagangan sutra dan keramik. Sejak ekspedisi itu, berangsur-angsur warga Tionghoa berdatangan dan membangun pecinan di beberapa daerah di pulau Jawa.

Kuncen Bandung, Haryoto Kunto, dalam Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (Granesia, 1984), menuturkan bahwa sebagian warga Tionghoa di Pulau Jawa pindah ke Bandung ketika terjadi Perang Diponegoro (1825).

Setiba di Bandung, sebagian besar warga Tionghoa tinggal di Kampung Suniaraja dan sekitar jalan Pecinan Lama. Mereka menetap dan mencari nafkah di sana dan pada 1885 mereka mulai menyebar ke jalan Kelenteng. Pecinan di jalan Kelenteng ditandai dengan pembangunan Vihara Satya Budhi, kelenteng tertua di Bandung.

Pecinan Bandung berkembang pesat di sekitar Pasar Baru sejak tahun 1905. Selain di Pasar Baru, kawasan pecinan juga tumbuh di sekitar Suniaraja dan Citepus pada tahun 1914.

Umumnya warga Tionghoa mencari nafkah sebagai pedagang. Adalah Tan Sioe How pendiri Kios Jamu Babah Kuya di jalan Belakang Pasar pada tahun 1910 yang merupakan salah satu perintis toko di kawasan tersebut dan kios tersebut masih beroperasi hingga sekarang.

Ketika peristiwa Bandung Lautan Api, kios-kios di Pasar Baru dibakar tantara Belanda. Wilayah Bandung terpisah menjadi bagian utara dan selatan. Kedua wilayah dibatasi rel kereta api yang membujur dari Cimahi hingga Kiara Condong. Wilayah utara dikuasai Belanda, sedangkan selatan oleh pribumi dan warga asing.

Akibat peristiwa itu, warga Tionghoa mengungsi di kawasan Tegalega, Kosambi, Sudirman, dan Cimindi. Dengan demikian, dari Pasar Baru, kawasan pecinan meluas ke daerah-daerah tersebut.
Warga Tionghoa dan pribumi pun bersatu kembali. Belanda menyebut kawasan ini “Groote Post Weg” (Jalan Raya Pos).

Saat ini, daerah pecinan di Bandung semakin luas meliputi Jl. Pasar Baru, Jl. ABC, Jl. Gardu Jati, Jl. Cibadak, dan Jl. Pecinan Bandung. (rsn-reinha)

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.