BUDAYA

Ritual Tuno Manuk Biho Waha, Ungkapan Syukur Dan Memohon Hasil Kebun Yang Berlimpah Kepada Ama Rera Wulan

Ritual Tuno Manuk Biho Waha, Ungkapan Syukur Dan Memohon Hasil Kebun Yang Berlimpah Kepada Ama Rera Wulan

Anak gadis suku kedang menumbuk padi @REINHA.com

REINHA.com – Sebagai sebuah penghargaan, rasa syukur atas hasil panen dan kembali memohon kepada “Ama Rera Wulan” untuk memberikan curah hujan yang cukup, serta hasil kebun yang berlimpah di tahun berikutnya, masyarakat adat suku Kedang di Desa Kawela, Kecamatan Wotan Ulumado menggelar ritual “Tuno Manuk Biho Waha”.

Tuno Manuk Biho Waha sendiri berarti memanggang ayam dan memasak beras. Seremonial adat ini di selenggarakan setiap tahun. Ritual ini berpusat di Lango Bele (Rumah Besar) suku Kedang.

(Video: “Tuno Manuk Biho Waha” Seremonial Adat Suku Kedang Di Desa Kawela)

Sebagai penyelenggara ritual Tuno Manuk, Biho Waha maka suku Kedang menyampaikan perihal tersebut kepada seluruh masayarakat (Ribu Ratu) melalui kelompok sukunya masing-masing.

Suku-suku yang terlibat dalam ritual tersebut datang dari beberapa desa dan dusun.

Di desa Kawela dusun Wayongona suku-suku yang terlibat adalah suku Merin Wayong, Boro, Makasa, Lamuda, sementara dari desa Oyang Barang melibatkan suku Koten, Kolin, Sogen, Lamaherin, Tukan, Kewohon, Moron dan suku lainnya yang terhimpun di desa Oyang Barang dan semuanya suku yang berasal dari Solor (Kerawatung, Ongalereng dan sekitarnya).

(Baca juga: “Puken Puting, Lolon Gora” Membongkar Dan Membangun Kembali “Lango Bele” Suku Kedang Dalam Satu Hari)

Sehari sebelum dimulai ritual Tuno Manuk Biho Waha, diadakan ritual “Wihik Woyong Koda Kewokot”, dimana dalam ritual ini suku Kedang memberi sesaji kepada anggota keluarga yang sudah meninggal dunia (leluhur).

Keesokan harinya suku-suku yang terlibat mendatangi rumah adat suku Kedang dengan membawa persembahannya. Persembahan biasanya berupa ayam, tuak, beras dan lainnya.

Setelah itu dilanjutkan dengan acara Manuk Goka (Memotong Ayam). Ritual dimulai dengan kepala suku Kedang mengambil “Ina Ama” dari tempatnya dan menyimpannya di bale induk rumah adat (Kenatan Bleun). Ritual berlanjut dengan pengukupan pada tiga ekor ayam jantan dengan menggunakan kemenyan, dimana bertujuan untuk mengusir roh-roh jahat yang mengganggu. Ayam kemudian di potong satu persatu, dimana darah dari ayam tersebut diteteskan pada Ina Ama dan neak (gelas dari tempurung kelapa) yang berisi tuak putih. Tuak tersebut kemudian diminum.

Kegiatan kemudian berlanjut dengan pengumpulan padi hasil panen tahunan (Tahan Ra,ane), lalu padi ditumbuk oleh anak perempuan suku Kedang yang belum menikah. Ayam dan beras tersebut kemudian dimasak dan disajikan untuk Ina Ama.

Acara kemudian dilanjutkan dengan menari dan berpantun (Sole Oha) sebagai ungkapan rasa syukur.

Ritual dilanjutkan keesokan harinya, dengan acara makan adat (Bu,a Bele). Dalam ritual ini semua anak laki-laki suku Kedang duduk melingkar di depan Lango Bele suku Kedang (Lagha Bele) untuk makan adat bersama.

Setelah itu ada acara makan bersama semua masyarakat suku (Ribu Ratu) yang hadir.

Upacara Tuno Manuk Biho Waha berakhir dengan ritual Toto Dulak. Dimana dalam ritual ini kepala suku Kedang mengurapi semua masyarakat yang hadir dengan minyak kelapa. Minyak yang digunakan adalah minyak kelapa bekas membersihkan Ina Ama.

Setelah itu Ina Ama disimpan kembali ke tempat semula yakni di bagian kanan rumah adat (Hikun Wanan Lango Belen).

Penulis: Yohanes M Wain

Sumber: Petrus Nama Kedang

# Ritual Tuno Manuk Biho Waha, Ungkapan Syukur Dan Memohon Hasil Kebun Yang Berlimpah Kepada Ama Rera Wulan

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.